Memperbaiki Cara-Pandang Seni
Judul: 123 Ayat tentang SeniPenulis: Yapi Tambayong
Penerbit: Nuansa Cendekia
Tahun: Cetakan I Agustus 2012
Tebal: 300 Halaman
Harga: Rp 70.000
Ditulis oleh Makmun Yusuf
Salahsatu target pencapaian modernisasi ialah sains. Maka, apapun bidang pengetahuan yang ingin menjadi bagian dari masyarakat modern ke harus direkonstruksi dalam bentuk studi keilmiahan. Jika tidak mencapai standar sainstifik, bisa jadi pengetahuan itu harus terlempar dari arena akademik dan bahkan tidak dipercaya golongan rasionalis.
Seni, dalam hal ini Susastra, Musik, Senirupa, Drama dan Film merupakan bagian dari pengetahuan yang hidup di era modern. Sekalipun bidang-bidang tersebut lebih dekat ke hal spiritual, tetapi telah banyak ilmuwan yang mampu memaparkan secara ilmiah.
Tetapi memang harus diakui, ilmu pengetahuan seni yang baik, yaitu yang rasional, mendasar disertai kelengkapan studi literatur sekaligus ditulis melalui perspektif budaya sendiri itu sangat minim. Banyak karya bertebaran biasanya pada kajian sastra, adapun bidang seperti musik, senirupa, drama dan film masih tergolong minim. Kenyataan ini disadari oleh Yapi Tambayong, atau seniman terkemuka Indonesia yang sering dikenal sebagai Remy Sylado itu sehinga ia berkenan melakukan riset secara mendalam lalu menyusun dalam bentuk buku utuh ini.
Yapi mengatakan ada dua alasan kenapa ia harus menulis buku ini. Pertama, karena masalah sikap inlander, di mana kebanyakan orang Indonesia memiliki prasangka rendah diri terhadap seni. Katanya, “sejak kita merdeka, dilatari oleh sentimen – sentimen politik menyangkut paham kebangsaan yang dangkal, sebagai bekas bangsa terjajah yang pernah hidup gelap di masa lampau sana, maka tidak kecil terjadi kecenderungan menernak prasangka – prasangka kebudayaan dengan mempertajam perbedaan antara Barat dan Timur, dan karenanya membuat kita tidak arif melihat diri kita untuk maju di masa depan.”
Kedua, terdapat banyak kekeliruan dalam memahami seni yang diakibatkan oleh buku-buku sebelumnya, termasuk beberapa kamus, tak terkecuali Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Katanya, “terdapat banyak kesalahan istilah-istilah kesenian yang keliru yang celakanya dipungut dari kamus-kamus tertentu.” Kekeliruan memahami seni mengakibatkan cara pandang masyarakat rancu, dan karena itulah sang Penulis ingin mengajak kita menggali nilai asasi dari kelima bidang kesenian tersebut.
Membaca satu persatu bagian buku ini terasa ada energi lain guna menelusuri cakrawala seni. Ulasan tentang seni selama ini –baik dalam bentuk buku yang ditulis oleh para penulis maupun liputan media yang ditulis oleh wartawan- ternyata kurang tepat cara pandangnya sehingga sering menimbulkan salahpengertian. Yapi Tambayong yang selama ini dikenal sebagai wartawan sekaligus penulis buku begitu paham celah-celah kelemahan sekaligus mahir bagaimana harus menjelaskan lima bidang seni tersebut secara tepat kepada masyarakat.
Sebagai karya utuh, buku ini sangat berbeda dengan karya non-fiksi sang penulis sebelumnya. Lebih dari sekedar kritik wacana, buku ini juga sangat kuat dengan karakter visionernya. Dua istilah penting untuk memuji buku ini ialah “kemanusiaan dan kenabian”. Selain mampu menjelaskan pentingnya seni bagi kemanusiaan juga memberikan landasan dasar gerak agar kesenian yang tumbuh-berkembang dalam kehidupan kita memiliki semangat kenabian.
Dengan paradigma kreatif dan mandiri, buku ini mampu menerobos pakem-pakem seni yang selama ini semrawut, tak terarah dan berkesan tidak ilmiah menjadi sesuatu yang ilmiah. Selain itu sang penulis juga mampu keluar dari pakem-pakem seni yang tersekat dalam isme. Lain dari itu, kita sebagai orang Indonesia juga semakin percaya diri untuk berkreasi, termasuk untuk belajar jujur mengakui bahwa seniman-seniman Indonesia banyak yang sering melakukan pelanggaran hak cipta—terutama pada bidang musik.
Kalau dibaca oleh wartawan atau penulis jelas sangat penting karena dengan itu para pegiat karya akan menemukan spirit seni sebagai sesuatu yang agung dan penting dalam realitas ke-Indonesiaan. Kalau dibaca oleh guru terasa benar akan mampu menuntun pembelajaran seni secara baik sehingga kelak siswa-siswanya memiliki bekal ilmu-seni yang mumpuni.
Adapun pegiat seni di salahsatu lima bidang tersebut, terutama artis sinetron atau musisi yang selama ini hanya mahir beraksi tetapi kurang memiliki dasar keilmuan, akan mendapatkan manfaat keilmuan yang baik, dan semoga lebih maju pemikirannya.
Sekalipun sangat ilmiah, buku ini tetap mudah dibaca oleh beragam golongan. Disusun secara singkat-singkat dalam bentuk ayat. Pada setiap bagian memiliki 123 ayat. Makna dari 123 ayat itu sendiri tak jauh dari istilah do-re-my, nada musik yang sangat lekat dengan sang penulis yang nota-bene berprofesi sebagai musisi. Selamat membaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar