DRAMA
A. Definisi Drama
Kata drama berasal dari kata dramoi (Yunani), yang berarti ‘menirukan’.
Aristoteles menjelaskan bahwa drama adalah tiruan manusia dalam
gerak-gerik. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa drama
adalah: 1) komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat
menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku atau dialog yang
dipentaskan; 2) cerita atau kisah, terutama yang melibatkan konflik atau
emosi, yang khusus disusun untuk pertunjukkan teater; 3) kejadian yang
menyedihkan. (Makna yang terakhir merupakan makna lain yang ditemukan
dalam cakapan.)
Dari pengertian di atas dapatlah dinyatakan bahwa drama ialah suatu
cerita/karangan yang dipertunjukkan dengan perbuatan atau percakapan di
atas pentas/panggung.
Drama disebut juga sandiwara. Kata ini berasal dari bahasa Jawa, yaitu
sandi (tersembunyi) dan warah (ajaran). Jadi, sandiwara berarti ajaran
yang tersembunyi dalam tingkah laku dan percakapan. Namun, istilah ini
tampaknya jarang dipakai lagi, mungkin disebabkan oleh kata sandiwara
mempunyai konotasi berpura-pura atau mengada-ada.
Drama dapat dipertunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti pementasan
teater, sandiwara, lenong, film, sinetron, dan sebagainya. Semua bentuk
drama itu tercipta dari dialog-dialog yang diperankan mengidentifikasi
peristiwa, pelaku, dan perwatakan oleh pemain-pemain dengan didukung
latar yang sesuai. Drama dapat memukau penonton jika pemain berhasil
memerankan tokoh drama dengan karakter yang sesuai.
Drama sebagai salah satu bentuk tontonan sering kita sebut dengan
istilah teater, lakon, sandiwara, atau tonil. Menurut perkembangannya,
bentuk drama di Indonesia mulai pesat pada masa pendudukan Jepang. Hal
itu terjadi karena pada masa itu drama menjadi sarana hiburan bagi
masyarakat sebab pada masa itu film dilarang karena dianggap berbau
Belanda.
Drama memiliki bentuk yang bermacam-macam, yaitu:
1. drama abssurd ialah drama yang mengabaika konvensi pengaluran,
penkohan dan penampilan tema. Drama yang banyak mengungkapkan masalah
kehidupan manusia modern dari pandangan filsafat eksistensialisme.
2. Tragedi ialah drama duka yang menampilkan pelakunya terlibat dalam
pertikaian serius yang menimpanya sehingga menimbulkan takut, ngeri,
menyedihkan sehingga menimbulkan tumpuan rasa kasihan penonton.
3. Melodrama ialah lakon yang sangat sentimental dengan pementasan yang mendebarkan dan mengharukan
4. Komedi ialah lakon ringan untuk menghibur namun berisikan sindiran
halus. Para pelaku berusaha menciptakan situasi yang menggelikan.
5. Force ialah pertunjukan jenaka yang mengutamakan kelucuan. Namun di
dalamnya tidak terdapat unsur sindiran. Para pelakunya berusaha berbuat
kejenakaan tentang diri mereka masing-masing.
6. Satire, kelucuan dalam hidup yang ditanggapi dengan kesungguhan
biasanya digunakan untuk melakukan kecaman/kritik terselubung.
B. Unsur-unsur pembangun drama
Unsur dalam drama tidak jauh berbeda dengan unsur dalam cerpen, novel,
maupun roman. Dialog menjadi ciri formal drama yang membedakannya dengan
bentuk prosa yang lain. Selain dialog, terdapat plot/alur,
karakter/tokoh, dan latar/setting, diksi (pilihan kata, kebahasaan),
tema, perlengkapan. Apabila drama sebagai naskah itu dipentaskan, maka
harus dilengkapi dengan unsur: gerak, tata busana, tata rias, tata
panggung, tata bunyi, dan tata sinar.
1. Alur. Cerita dalam drama merupakan rangkaian peristiwa yang dijalin
sedemikian rupa sehingga dapat mengungkapkan gagasan pengarang.
Rangkaian peristiwa ini diatur sebagai alur. Ada alur maju, alur balik,
dan alur campuran.
2. Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita
3. Penokohan (karakter/watak). Watak (Character) adalah sifat dan ciri
yang terdapat pada tokoh, kualitas nalar dan jiwanya yang membedakannya
dari tokoh lain. Pelaku-pelaku dalam drama yang mengungkapkan watak
tertentu. Ada pelaku protagonis yang menampilkan nilai kebaikan yang mau
diperjuangkan; pelaku antagonis, yang menampilkan watak yang
bertentangan dengan nilai kebaikan; dan pelaku tritagonis, yang
mendukung pelaku protagonis untuk memperjuangkan nilai kebaikan.
4. Dialog adalah (1) percakapan di dalam karya sastra antara dua tokoh
atau lebih; (2) karangan yang menggambarkan percakapan di antara dua
tokoh atau lebih. Di dalam dialog tercermin pertukaran pikiran atau
pendapat; dipakai di dalam drama, novel, cerita pendek, dan puisi
naratif untuk mengungkapkan watak tokoh dan melancarkan lakuan. Dialog
dalam drama berfungsi untuk: Dialog dalam drama memiliki fungsi sebagai
berikut.
– mengemukakan persoalan secara langsung;
– menjelaskan tentang tokoh atau perannya;
– menggerakkan plot maju;
– membuka fakta
– Melukiskan watak tokoh-tokoh dalam cerita
– Mengembangkan plot dan menjelaskan isi cerita kepada pembaca atau penonton.
– Memberikan isyarat peristiwa yang mendahuluinya.
– Memberikan isyarat peristiwa yang akan datang.
– Memberikan komentar terhadap peristiwa yang sedang terjadi dalam drama tersebut.
5. Diksi (pemilihan kata, kebahasaan). Kata-kata yang digunakan dalam
drama harus dipilih sedemikian rupa sehingga terungkap semua gagasan dan
perasaan pengarang serta mudah diterima oleh pembaca, pendengar, atau
penonton.
6. Tema. Gagasan pokok yang disampaikan oleh pengarang kepada pembaca atau penonton.
7. Perlengkapan. Pakaian (kostum), tata panggung, tata lampu, musik,
merupakan pendukung gagasan yang ikut berpengaruh dalam penyampaian
gagasan kepada pendengar/penonton.
8. Konflik adalah ketegangan di dalam cerita rekaan atau drama;
pertentangan antara dua kekuatan. Pertentangan ini dapat terjadi dalam
diri satu tokoh, antara dua tokoh, antara tokoh dan masyarakat
lingkungannya, antara tokoh dan alam, serta antara tokoh dan Tuhan.
Istilah lain: tikaian.
9. Peristiwa adalah kejadian yang penting, khususnya yang berhubungan dengan atau merupakan peristiwa yang mendahuluinya.
Pementasan drama selalu merupakan kerja sama yang sangat erat antara
penulis naskah drama (skenario), sutradara, dan pelaku (aktor/aktris).
Pada umumnya, pementasan drama mempunyai tahapan-tahapan yang runtut,
yaitu eksposisi (pengenalan), komplikasi (pemunculan konflik),
peningkatan konflik, klimaks, penyelesaian, dan resolusi (keputusan).
Keenam tahap pementasan drama tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
1. Eksposisi : cerita diperkenalkan agar penonton mendapat gambaran
selintas mengenai drama yang ditontonnya (penonton diajak terlibat dalam
peristiwa cerita).
2. Konflik : pelaku cerita terlibat dalam suatu pokok persoalan (di sinilah mula pertama terjadinya insiden).
3. Komplikasi : terjadinya persoalan baru dalam cerita.
4. Klimaks : pertentangan harus diimbangi dengan jalan keluar, mana yang
baik dan mana yang buruk, lalu ditentukan pihak/perangai mana yang
melanjutkan cerita.
5. Resolusi : di sini dilakukan penyelesaian persoalan (falling action).
6. Keputusan :di sini konflik berakhir, sebentar lagi cerita usai.
Tahap-tahap penceritaan di atas dapat disusun sedemikian rupa sehingga
menghasilkan suatu plot literer, yang menggambarkan perubahan karakter
atau suasana drama yang erat kaitannya dengan plot cerita. Plot literer
yang lazim digunakan dalam drama adalah sirkuler, linear, dan episodik.
Selain itu, tahap-tahap penceritaan tersebut masih harus dikemas dalam
bagian-bagian drama yang lazim dikenal dengan istilah babak, episode,
dan adegan.
C. Pementasan Drama
Drama memeliki dua aspek, yaitu aspek cerita dan aspek pementasan.
1. Aspek cerita
Aspek cerita mengungkapkan peristiwa atau kejadian yang dialami pelaku.
Kadang-kadang pada kesan itu tersirat pesan tertentu. Keterpaduan kesan
dan pesan ini terangkum dalam cerita yang dilukiskan dalam drama.
2. Aspek pementasan
Aspek pementasan drama dalam arti sesungguhnya ialah pertunjukan di atas
panggung berupa pementasan cerita tertentuoleh para pelaku. Pementasan
ini didukung oleh dekorasi panggung, tata lampu, tata musik dsb.
Kekhasan naskah drama dari karya sastra yang lain ialah adanya dialog,
alur, dan episode. Dialog drama biasanya disusun dalam bentuk skenario
(rencana lakon sandiwara secara terperinci). Alur ialah rangkaian cerita
atau peristiwa yang menggerakkan jalan cerita dari awal (pengenalan),
konflik, perumitan, klimaks, dan penyelesaian. Episode ialah bagian
pendek sebuah drama yang seakan-akan berdiri sendiri, tetapi tetap
merupakan bagian alur utamanya.
Pementasan drama selalu merupakan kerja sama yang sangat erat antara
penulis naskah drama skenario), sutradara, dan pelaku (aktor/aktris).
Yang perdu diidentifikasi dalam pementasan drama adalah sebagai berikut :
Ketika Anda akan mementaskan naskah drama, pemilihan pemain harus
dipertimbangkan dengan tepat. Pemain dalam drama harus benar-benar
menghayati watak tokoh yang dimainkan. Supaya dapat menghayati watak
tokoh dengan benar, pemain harus membaca dan mempelajari naskah drama
dengan cermat. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan
pemain drama adalah:
1. kemampuan calon pemain,
2. kesesuaian postur tubuh, tipe gerak, dan suara yang dimiliki calon pemain dengan tokoh yang akan dimainkan,
3. kesanggupan calon pemain untuk memerankan tokoh dalam drama.
Jika ketiga hal di atas dapat dipenuhi oleh calon pemain, akan
mempermudah dalam penghayatan watak tokoh dalam drama yang akan
dipentaskan. Hal lain yang harus diperhatikan, saat Anda akan menghayati
watak tokoh dalam drama yang akan diperankan adalah sebagai berikut:
1. Pahamilah ciri-ciri fisik tokoh yang diperankan, seperti jenis kelamin, umur, penampilan fisik, dan kondisi kesehatan tokoh.
2. Pahamilah ciri-ciri sosial tokoh yang diperankan, seperti pekerjaan,
kelas sosial, latar belakang keluarga, dan status tokoh yang akan
diperankan.
3. Pahamilah ciri-ciri nonfisik tokoh, seperti pandangan hidup dan keadaan batin.
4. Pahamilah ciri-ciri perilaku tokoh dalam menghadapi dan menyelesaikan sebuah konflik.
Hal-hal yang dipersiapkan dalam pementasan drama adalah:
1. Sutradara (pemimpin pementasan),
2. Penulis naskah (penulis cerita),
3. Penata artistik (pengatur setting, lighting, dan properti),
4. Penata musik (pengatur musik, pengiring, dan efek-efek suara),
5. Penata kostum (perancang pakaian sesuai dengan peran),
6. Penata rias (perancang rias sesuai dengan peran),
7. Penata tari/koreografer (penata gerak dalam pementasan),
8. Pemain (orang yang memerankan tokoh),
D. Memerankan Drama
Seorang dramawan yang baik hendaknya menguasai teknik peran. Teknik
peran (acting) adalah cara mendayagunakan peralatan ekspresi (baik
jasmani maupun rohani) serta keterampilan dalam menggunakan unsur
penunjang. Yang termasuk keterampilan menggunakan alat ekspresi jasmani
adalah keterampilan menggunakan tubuh, kelenturan tubuh, kewajaran
bertingkah laku, kemahiran dalam vokal, dan kekayaan imajinasi yang
diwujudkan dalam tingkah laku. Adapun peralatan ekspresi yang bersifat
kejiwaan ialah imajinasi, emosi, kemauan, daya ingat, inteligensi,
perasaan, dan pikiran.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membacakan dialog drama
1. Lafal adalah cara seseorang mengucapkan bunyi bahasa
2. Intonasi adalah lagu kalimat/ketepatan tinggi rendahnya nada (pembaca dialog/berita)
3. Nada adalah tinggi rendah ucapan/ungkapan keadaan jiwa atau suasana hati
4. Tempo adalah waktu/kecepatan gerak atau kecepatan artikulasi suara.
Oleh seorang pemeran drama, watak tokoh akan digambarkan dengan:
1. Penampilan fisik (gagah, bongkok, kurus, dan sebagainya); penampilan laku fisik (lamban, keras, dinamis, dan sebagainya);
2. Penampilan vokal (lafal kata-kata, dialog, nyanyian, dan sebagainya); dan
3. Penampilan emosi dan iq (pemarah, cengeng, licik, dan sebagainya).
Hal tersebut dapat dipelajari dan dilatih dengan olah vokal/suara dan
olah sukma.
Seorang pemain drama yang baik adalah seorang yang memiliki
kemampuan: berakting dengan wajar; menjiwai atau menghayati peran;
terampil dan kreatif; berdaya imajinasi kuat; dan mengesankan
(meyakinkan penonton).
Agar mempunyai kemampuan sebagai pemain drama yang baik, selain
memperhatikan lima hal yang berkaitan dengan pembacaan naskah ada empat
hal lagi yang harus diperhatikan.
1. Ekspresi wajah
– Ekspresi mata
Mata merupakan pusat ekspresi sehingga harus diolah, dilatih, dan
disesuaikan terlebih dahulu sesuai dengan berbagai emosi. Cobalah
berlatih di depan cermin untuk menunjukkan rasa girang, marah, dan
sebagainya dengan berimajinasi/membayangkan suatu hal!
– Ekspresi mulut
Sesudah ekspresi mata dilatih/disesuaikan, baru ekspresi mulut, karena
perasaan yang terpancar dari mata merambat ke mulut dengan cara yang
sama. Usahakan ekspresi mata sejalan/sesuai dengan ekspresi mulut
sehingga keduanya saling mendukung dan mempertegas emosi yang akan
ditonjolkan melalui ekspresi seluruh wajah.
2. Keterampilan kaki
Pemain pemula banyak yang berpenampilan kaku karena kaki seperti
tertancap paku. Kaki harus membuat pemain lebih hidup. Maka harus
diusahakan posisi kaki mengikuti arah muka. Jika muka bergerak ke kiri,
ikutilah dengan mengubah posisi kaki dan tubuh ke kiri juga.
3. Suara dan ucapan
Jika kita bermain tanpa pengeras suara, maka dituntut suara yang lantang
agar dapat meraih sejauh mungkin pendengar. Yang penting di sini adalah
bagaimana agar suara kita dapat jelas terdengar tapi tidak
memekik.Banyak orang berbicara dengan rahang dan bibir hampir-hampir
terutup dan tidak digunakan semestinya. Turunkan rahang dan lidah. Buka
bibir dan letupkan suara. Atau berlatihlah dengan menguap yang
seakan-akan mengantuk, kemudian turunkan rahang dan suarakan vokal/
huruf hidup.
4. Penafsiran/Interpretasi
Dalam penafsiran seorang pemain harus memahami keseluruhan cerita yang
dijalin dalam plot tertentu serta mengenal watak tokoh yang
diperankannya. Kegiatan ini dapat menjadi kerja sama antara sutradara
dan pemain/aktor dalam memahami naskah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar