2.3
Pengertian
Cerpen
Sebuah cerpen bukanlah novel yang
diperpendek dan juga bukan bagian dari novel yang belum ditulis. Ada yang mengatakan
bahwa cerpen merupakan fiksi yang dibaca selesai dalam sekali duduk dan
ceritanya cukup membangkitkan efek tertentu dalam diri pembaca. Dengan kata
lain, sebuah kesan tunggal dapat diperoleh dalam sebuah cerpen sekali dibaca,
sebuah cerpen biasanya memiliki plot yang diarahkan pada insiden/peristiwa yang
tunggal. Sebuah cerpen biasanya didasarkan pada insiden tunggal yang memiliki
signifikasi besar bagi tokoh.
Menurut Yudiono KS, bahwa cerita pendek
(cerpen) adalah cerita yang bersumber pada persoalan kehidupan yang menjadi tema
cerita. Sebagaimana sebuah fiksi, cerpen memiliki unsur intrinsik cerita
seperti tema, alur, perwatakan, latar, ketegangan, sudut pandang, kesatuan dan
gaya bahasa.
Yang termasuk unsur intrinsik
sebuah cerpen adalah :
a.
Tema: Suatu
gagasan/ ide sentral yang menjadi pangkal tolak penyusunan karangan dan
sekaligus menjadi sasaran karangan tersebut.
b.
Plot/alur:
Rangkaian peristiwa berdasarkan hukum sebab akibat, alur tidak hanya
mengemukakan apa yang terjadi, tatapi yang lebih penting ialah menjelaskan
mengapa hal itu terjadi.
c.
Penokohan:
Bagaimana sifat-sifat tokoh digambarkan dalam cerita tersebut oleh pengarang.
Penggambaran tokoh-tokoh dalam suatu cerita dapat menggunakan dua metode yaitu
metode analitik dan dramatik.
d.
Latar (setting):
keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana terjadinya lakuan dalam karya
sastra.
e.
Pusat
Pengisahan (sudut pandang/point of view) yaitu cara pengarang
menempatkan dirinya terhadap cerita atau dari sudut mana pengarang memandang
ceritanya.
Selain itu cerpen memiliki struktur
cerita, susunan ceritanya tidaklah mutlak harus mengikuti suatu pola. Ada
pengarang yang memakai pola struktur cerita, tradisional: pengenalan,
pertikaian, penyelesaian, ada juga, yang memulai dengan pertikaian, perkenalan
dan penyelesaian.
Menurut kualitasnya, isi cerpen
dibedakan atas cerpen series (bermutu sastra) dan cerpen populer. S.Tasrif
(dalam Lubis, 1960 : 13-14), menyebutkan dengan istilah quality story
dan commercial story. Jika keduanya, dibedakan maka menurut Tasrif, quality
story adalah: cerita yang mempunyai harga, mensastraan, pekerjaan yang
sungguh-sungguh dari pengarangnya dalam mencurahkan buah kalbu dan pikiran demi
kualitas sastranya, sedangkan commercial story merupakan cerita yang
dijual untuk mencari uang dan bercirikan plot yang kocak, bahasa romantis,
menampilkan tma percintaan.
a.
Tema
Istilah tema
menurut Schrabac (dalam Aminuddin, 2004:91) berasal dari bahasa latin yang
berarti tempat meletakkan suatu perangkat. Disebut demikian karena ide yang
mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak dalam
memaparkan karya fiksi yang diciptakan. Tarigan (1991: 125) mengatakan bahwa
setiap fiksi haruslah mempunyai dasar-dasar atau tema yang merupakan sasaran
tujuan.
Tema adalah:
ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak
pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakan (Aminuddin, 2004: 92). Sejalan
dengan pendapat ini, Brooke dan Werren (dalam Tarigan, 1991: 92) mengatakan
bahwa tema adalah pandangan isu tertentu atau perasaan tertentu mengenai
kehidupan atau dengan kata lain rangkaian nilai-nilai tertentu yang merupakan
gagasan utama karya sastra.
Menurut Stanton
(dalam Nurgiantoro, 2005: 70) mengartikan tema sebagai makna sebuah cerita yang
secara khusus menerangkan sebagian besar unsurnya dengan ide utama (central
ide) dan tujuan utama (central purpose).
Zulfahnur, dkk
( 1996 :25) mengatakan bahwa tema adalah emosional yang amat penting dari suatu
cerita karena dengan dasar itu pengarang dapat membayangkan dalam fantasinya
bagaimana cerita akan dibangun dan berakhir. Aminuddin (2004: 92) juga
mengemukakan dalam upaya memahami tema, pembaca perlu memperhatikan beberapa
langkah secara cermat, yaitu :
1.
Memahami
setting dalam prosa fiksi yang dibaca.
2.
Memahami
penokohan dan perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca.
3.
Memahami satuan
peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa prosa fiksi yang dibaca.
4.
Memahami plot
atau alur dalam prosa fiksi yang dibaca.
5.
Menghubungkan
pokok pikiran yang satu dengan lainya yang disimpulkan dari satuan-satuan
peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita.
6.
Mengidentifikasi
tujuang pengarang, memaparkan ceritanya dengan bertolak dari saran pokok
pikiran serta sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkannya.
Berdasarkan
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tema merupakan apa yang menjadi
persoalan pokok, persoalan yang menonjol, persoalan yang banyak menimbulkan
konflik, ide utama dan tujuan utama di dalam sebuah cerpen.
b.
Plot/Alur
Plot adalah rangkaian
cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu
cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita (Aminuddin, 2004: 83).
Menurut
Nurgiantoro (2005: 113) menemukan beberapa pengertian plot yang diungkapkan
oleh Stanton dan Kenny. Stanton, plot berisi urutan kejadian namun tiap
kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu
disebabkan atau menyebabkan yang lain. Kenny mengemukakan plot sebagai
peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat
sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa yaitu berdasarkan kaitan
sebab akibat. Loban, dkk (dalam Aminuddin, 2004: 84) menggerakkan gerak tahapan
alur seperti halnya gelombang-gelombang itu berawal dari :
a.
Ekposisi
b.
Komplikasi atau
intrik-intrik awal yang akan bekembang menjadi konflik hingga menjadi konflik
c.
Klimaks
d.
Relevansi atau
penyingkapan tabir suatu problem
e.
Denouement atau
penyelesaian
c.
Latar/Setting
Latar adalah latar
belakang fisik, unsur tempat dan ruang dalam suatu cerita. Menurut Aminuddin (2004:
69) mengatakan latar adalah peristiwa dalam karya fiksi baik berupa tempat,
waktu maupun peristiwa serta memiliki fungsi fisikal dan psikologis.
Latar
disebutkan juga landas, tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu
dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
Abrams (dalam Nurgiantoro, 2005 : 216).
Nurgiantoro
(2005 : 277) mengungkapkan unsur-unsur yang terdapat latar terdiri atas latar
tempat, latar waktu dan latar sosial. Latar tempat adalah suatu latar yang
menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan pada karya fiksi.
Latar waktu adalah suatu latar yang berhubungan dengan masalah kapan ter adinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar sosial
adalah latar yang menyatakan pads hal-hal yang berhubungan dengan prilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
Menurut Jones
(dalam Nurgiantoro, 2005: 97) mengatakan penokohan adalah penokohan tokoh di
dalam karya sastra, dengan demikian dapat disimpulkan penokohan adalah cara
yang digunakan pengarang dalam menampilkan dan mengembangkan watak tokoh atau
perilaku cerita. Berikut pembedaan antara tokoh menurut Nurgiantoro (2005 :
176).
1.
Tokoh utama dan
tokoh tambahan
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam
novel/ cerita yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak
diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian,
sedangkan tokoh tambahan tidak begitu dipentingkan dalam cerita dan
kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung
maupun tidak langsung.
2.
Tokoh
protagonis dan tokoh antagonis
Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu
jenisnya secara popular disebut hero, tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma,
nilai-nilai yang ideal bagi kita, sedangkan tokoh penyebab terjadinya konflik
disebut tokoh antagonis.
3.
Tokoh sederhana
dan tokoh bulat
Tokoh sederhana dalam bentuknya yang asli adalah tokoh yang hanya
memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak tertentu saja,
sedangkan tokoh bulat adalah tokoh yang kompleks berbeda halnya dengan tokoh
sederhana, tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai sisi kehidupannya, sisi
kepribadiaanya dan jadi dirinya.
4.
Tokoh Statis
dan Tokoh berkembang
Tokoh statis memiliki sikap dan watak yang relatif tetap tak
berkembang sejak kawal sampai akhir cerita, dipihak lain tokoh berkembang
adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan
sejalan dengan perkembangan dan perubahan peristiwa dan plot yang dikisahkan.
5.
Tokoh tipikal
dan tokoh netral
Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan
individualnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas peker aan atau
kebangsaannya. Sedangkan tokoh netral yaitu tokoh cerita yang bereksistensi
demi cerita itu sendiri, ia benar-benar merupakan tokoh imajiner yang hanya
hidup dan bereksistensis dalam dunia fiksi.
Dalam melukiskan
tokoh-tokoh rekaan yang amat dikenalnya itu penuh Sudjiman (dalam Zulfahnur,
1996) pengarang menggunakan metode penokohan yaitu metode analisis, metode dramatis
dan metode kontekstual.
Metode analisis
memaparkan secara langsung sifat-sifat lahir (fisik) dan batin tokoh cerita.
Metode dramatis adalah cars pelukisan dengan tidak langsung, dengan metode ini
pembaca dapat menarik kesimpulan tentang watak-watak tokoh dengan dramatis.
Metode kontekstual menggunakan bahasa yang mengacu pads tokoh untuk
menggambarkan perwatakan.
d.
Point of View
Panuti Sudjiman
(dalam Zulfahnur, 1996: 35) mengatakan bahwa sudut pandang adalah tempat
pencerita, dalam hubungannya dengan cerita, dari sudut mana pencerita
menyampaikan kisahnya. Sedangkan Tarigan (1991: 140) diungkapkan bahwa sudut
pandang adalah hubungan yang terdapat antara sang pengarang dengan alam fiktif
ceritanya atupun antara sang pengarang dengan pikiran perasaan para pembacanya.
Point of view
menyarankan pada cara sebuah cerita dikisahkan, ia merupakan cara dan atau
pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai saran untuk menyajikan tokoh,
tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam kepada pembacanya
(Nurgiantoro, 2005 : 248).
Jadi sudut
pandang merupakan posisi pencerita dalam membaca ceritanya ada kalanya dia bisa
menjadi tokoh dalam cerita tersebut atau di luar penceritaan. Berikut perbedaan
sudut pandang menurut Nurgiantoro (2005: 256)
a.
Sudut pandang
personal ketiga “Dia”
Pengisahan cerita yang mempergunakan posisi penceritaan dalam
membaca ceritanya ada kalanya dia bisa menjadi tokoh dalam cerita tersebut atau
diluar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau
kata gantinya ia, dia dan mereka.
b.
Sudut pandang
personal pertama “Aku”
Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang personal
pertama, first person point of view “Aku”. jadi gaya “aku” narator
adalah seorang ikut terlibat dalam cerita.
c.
Sudut pandang
campuran
Penggunaan sudut pandang yang bersifat campuran itu di dalam sebuah
novel/cerpen, mungkin berupa penggunaan sudut pandang personal ketiga, dengan
teknik "dia" maha tabu dan "dia" sebagai pengamat, personal
pertama dengan teknik "aku" sebagai tokoh utama. dan "aku"
tambahan sebagai saksi, bahkan dapat berapa campuran antara personal pertama
dan ketiga, antara "aku" dan "dia" sekaligus.
d.
Amanat
Amanat adalah pesan atau ide yang disampaikan seorang pengarang
kepada. pembaca. Menurut Zulfahnur (1996: 26) amanat itu diartikan sebagai
pesan yang berupa ide, gagasan, ajaran moral dan nilai-nilai kemanusiaan yang
disampaikan/dikemukakan pengarang lewat cerita. Amanat pengarang ini dapat
disampaikan secara implisit dan eksplisit di dalam karya. sastra. Implisit
misalnya disyaratkan dalam tingkah laku tokoh-tokoh cerita. Eksplisit bila
dalam tingkah atau akhir cerita pengarang menyampaikan pesan-pesan, saran,
nasihat, pemikiran dan sebagainya. Umpamanya dalam salah asuhan, ketika itu
Hanafi dan cucunya Syafi'i di rumah Hanafi, ia berkata "jangan terulang
kembali riwayat salah asuhan".
e.
Gaya Bahasa
Unsur-unsur bahasa yang membangun atau menciptakan teknik bercerita
yang khas dinamakan gaya bahasa (dalam Zulfahnur, 1991: 38). Bahasa dalam seni
sastra dapat disamakan dengan cat dalam seni lukis, keduanya merupakan unsur
bahan, alat, saran yang diolah untuk dijadikan sebuah karya yang mengandung
"nilai lebih" dari pada sekedar bahannya itu sendiri. Bahasa
merupakan sarana pengungkapan sastra, di pihak lain sastra lebih dari sekedar
bahasa, deretan kata, namun unsur "kelebihan" nya itu pun hanya dapat
diungkapkan dan ditafsirkan melalui bahasa. Jika sastra dikatakan ingin
menyampaikan sesuatu mendialogkan sesuatu. Sesuatu tersebut hanya dapat
dikomunikasikan lewat sarana bahasa, bahasa dalam sastrapun mengemban fungsi
utama, fungsi kemunikatif (Nurgiantoro, 2005: 272).
Sastra khusunya
fiksi disamping sering disebut dunia dalam kemungkinan juga dikatakan sebagai
dunia dalam kata. Hal itu disebabkan dunia yang diciptakan, dibangun,
ditawarkan, diabstaksikan dan sekaligus ditafsirkan lewat kata-kata, lewat
bahasa. Apapun yang dikatakan pengarang atau sebaliknya ditafsirkan oleh
pembaca mau tidak mau harus menyangkut paut dengan bahasa. Struktur
novel/cerita pendek dan segala sesuatu yang dikomunikasikan senantiasa,
dikontrol langsung oleh manipulasi bahasa, pengarang. Ada beberapa manfaat
membaca cerpen, misalnya kita dapat mengenal watak atau karakter manusia, dan
memperoleh gambaran bagaimana tokoh-tokohnya memecahkan masalah yang
dihadapinya, membaca cerpen dapat dilakukan secara serius dan santai. Pembaca
yang serius akan memperhatikan alur, watak tokoh, konflik yang dihadapi tokoh.
Latar/tempat dan waktu terjadinya peristiwa secara mendalam. Adapun pembaca
yang santai membaca cerpen dengan tujuan hanya sekedar mencari hiburan atau
untuk mengisi waktu luang.
Cerpen akan
semakin menarik untuk diikuti apabila didalamnya mengungkapkan hal-hal yang
menarik atau mengesankan. Oleh karena itu, pengarang harus pandai dan jeli
mengatur alur, konflik dan penokohan. Disamping itu cerpen akan memberikan
pengaruh positif bila pernbacanya menemukan nilai-nilai yang diharapkan dalam
kehidupan. Nilai-nilai tersebut dapat berupa :
1.
Nilai budaya,
berkaitan dengan pemikiran kebiasaan dan hasil karya cipta manusia.
2.
Nilai sosial
berkaitan dengan tata laku hubungan antara sesama manusia (kemasyarakatan).
3.
Nilai moral,
berkaitan dengan perbuatan baik dan buruk yang menjadi dasar kehidupan manusia
dan masyarakatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar