Senin, 08 April 2013

Contoh Analisis Dua Puisi

ANALISIS PUISI

1.      Analisis Puisi ‘Afrika Selatan’ Karya Subagio Sastrowardjojo

AFRIKA SELATAN

Oleh :
Subagio Sartrowardjojo

Kristos pengasih putih wajah.
--kulihat dalam buku injil bergambar
dan arca-arca gereja dari marmer--
Orang putih bersorak: “Hosanah!”
Dan ramai berarak ke sorga

Tapi kulitku hitam.
Dan sorga bukan tempatku berdiam.
bumi hitam
iblis hitam
dosa hitam
Karena itu:
aku bumi lata
aku iblis laknat
aku dosa melekat
aku sampah di tengah jalan.

Mereka membuat rel dan sepur
hotel dan kapal terbang
Mereka membuat sekolah dan kantorpos
gereja dan restoran.

Tapi tidak buatku.
Tidak buatku.

Diamku di batu-batu pinggir kota
di gubug-gubug penuh nyamuk
di rawa-rawa berasap.

Mereka boleh memburu
Mereka boleh membakar
Mereka boleh menembak

Tetapi isteriku terus berbiak
seperti rumput di pekarangan mereka
seperti lumut di tembok mereka
seperti cendawan di roti mereka.
Sebab bumi hitam milik kami
Tambang intan milik kami.
Gunung natal milik kami.

Mereka boleh membunuh.
Mereka boleh membunuh.
Mereka boleh membunuh.
Sebab mereka kulit putih
dan kristos pengasih putih wajah.

(Simfoni Dua, 1990: 31)

·         Analisis Unsur Intrinsik

a.      Diksi

Subagio Sastrowardjojo menggunakan bahasa yang berbeda dari bahasa sehari-hari. Hal ini disebabkan bahasa sehari-hari belum cukup melukisakan apa yang dirasakannya.

Tapi kulitku hitam.
Dan sorga bukan tempatku berdiam.

Penyair memilih kata ‘bukan tempatku berdiam’ yang artinya sama dengan ‘aku tidak pantas di surga’. Tetapi penyair memilih kata-katanya dengan tepat. Dalam bait tersebut terpancar sikap dan rasa hormat penyair yang menghormati kaum kulit hitam. Selain itu pemilihan kata yang tepat oleh penyair dapat dilihat pada bait pertama.

Kristos pengasih putih wajah.
--kulihat dalam buku injil bergambar
dan arca-arca gereja dari marmer--
Orang putih bersorak: “Hosanah!”
Dan ramai berarak ke sorga

Penyair memilih kalimat ‘Kristos pengasih putih wajah’ bukan ‘Kristos menyayangi orang berwwajah putih. Dan juga, ‘Dan ramai berarak ke sorga’ seolah-olah hanya berwajah putih yang boleh masuk ke surga dan surga adalah milik mereka.

Selain itu, dalam puisi ‘Afrika Selatan’ pengarang juga mempergunakan kata- kata bahasa daerah. Misalnya dalam puisi tersebut kata sepur.

Mereka membuat rel dan sepur
hotel dan kapal terbang


b.      Majas

Majas yang digunakan penyair dalam puisi ‘Afrika Selatan’ tersebut bermacam-macam. Dalam tulisan ini diuraikan mengenai majas-majas yang digunakan dalam puisi Subagio Sastrowardjojo.

Di dalam puisi tersebut terdapat Majas Perbandingan atau Simile.

Tetapi isteriku terus berbiak
seperti rumput di pekarangan mereka
seperti lumut di tembok mereka
seperti cendawan di roti mereka.
Sebab bumi hitam milik kami
Tambang intan milik kami.
Gunung natal milik kami.

Selanjutnya, puisi ‘Afrika Selatan’ ini menggunakan Majas Metafora.

Tapi kulitku hitam.
Dan sorga bukan tempatku berdiam.
bumi hitam
iblis hitam
dosa hitam
Karena itu:
aku bumi lata
aku iblis laknat
aku dosa melekat
aku sampah di tengah jalan.

Dalam puisi Subagio tersebut, aku dipersamakan dengan bumi lata, iblis laknat, dosa melekat, dan sampah di tengah jalan.

c.       Citraan
Untuk memberikan gambaran yang jelas, untuk menimbulkan suasana, untuk membuat lebih hidup dan menarik, dalam puisi penyair juga sering menggunakan gambaran angan. Gambaran angan dalam puisi ini disebut citraan (imagery).
Di dalam puisi ‘Afrika Selatan’ karya Subagio Sastrowardjojo, terdapat beberapa pencitraan. Diantaranya citraan penglihatan seperti dibawah ini.
Kristos pengasih putih wajah.
--kulihat dalam buku injil bergambar
dan arca-arca gereja dari marmer--

Tetapi isteriku terus berbiak
seperti rumput di pekarangan mereka
seperti lumut di tembok mereka
seperti cendawan di roti mereka.
Sebab bumi hitam milik kami
Tambang intan milik kami.
Gunung natal milik kami.

Selain itu, juga terdapat citraan pendengaran di dalam puisi tersebut.
Orang putih bersorak: “Hosanah!”
Dan ramai berarak ke sorga
                       
Terdapat juga citraan gerak dalam puisi ‘Afrika Selatan’ karya Subagio Sastrowardjojo.

            aku dosa melekat
aku sampah di tengah jalan.

Mereka membuat rel dan sepur
hotel dan kapal terbang
Mereka membuat sekolah dan kantorpos
gereja dan restoran.

Mereka boleh memburu
Mereka boleh membakar
Mereka boleh menembak

Selanjutnya, puisi merupakan ungkapan perasaan penyair. Untuk mengungkapkan perasaannya tersebut, penyair memilih dan menggunakan kata-kata tertentu untuk menggambarkan dan mewakili perasaannya itu. Hal tersebut, disebut dengan citraan perasaan. Di dalam puisi ‘Afrika Selatan’ penyair juga menuangkan perasaan yang dapat dilihat dalam bait-bait dibawah ini.

Tapi kulitku hitam.
Dan sorga bukan tempatku berdiam.
bumi hitam
iblis hitam
dosa hitam
Karena itu:
aku bumi lata
aku iblis laknat
aku dosa melekat
aku sampah di tengah jalan.


Tapi tidak buatku.
Tidak buatku.

Tetapi isteriku terus berbiak
seperti rumput di pekarangan mereka
seperti lumut di tembok mereka
seperti cendawan di roti mereka.
Sebab bumi hitam milik kami
Tambang intan milik kami.
Gunung natal milik kami.

Mereka boleh membunuh.
Mereka boleh membunuh.
Mereka boleh membunuh.
Sebab mereka kulit putih
dan kristos pengasih putih wajah.

d.      Tema

Puisi “Afrika Selatan” karya Subagio Sastrowardjojo diatas mengungkapkan tema tentang diskriminasi atau ketidakadilan. Pertama, diksi atau pemilihan kata dalam puisi tersebut sangat kental terhadap diskriminasi kaum kulit putih terhadap bangsa Afrika Selatan yang berkulit hitam. Kata-kata yang mendukung tema, misalnya: Tapi, Tidak, Diam, Berdiam, Sampah. Hal itu juga terlihat pada bait 3 dan 4.

Mereka membuat rel dan sepur
hotel dan kapal terbang
Mereka membuat sekolah dan kantorpos
gereja dan restoran.

Tapi tidak buatku.
Tidak buatku.

Pada bait itu dapat dilihat diskriminasi orang kulit putih yang membawa ajaran agama Kristen atau katholik, ajaran cinta kasih Yesus Kristus. Tetapi mereka bangsa kulit putih yang menduduki Afrika Selatan dan menguasai pertambangan mereka tetapi orang kulit putih bertindak semena-mena terhadap mereka. Dapat dilihat pada bait ke- 6.

Mereka boleh memburu
Mereka boleh membakar
Mereka boleh menembak

e.       Amanat

Amanat yang ingin disampaikan sang penyair pada puisi ‘Afrika Selatan’ karya Subagio Sastrowardjojo yaitu terhadap sesama mahluk ciptaan Tuhan YME di dunia ini kita sama sekali tidak diperkenankan untuk bertindak semena-mena. Kita seharusnya menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia yang pada hakekatnya milik semua manusia di muka bumi ini tanpa terkecuali. Tidak melakukan diskriminasi terhadap golongan, ras, warna kulit, dan agama tertentu. Karena pada dasarnya semua mahluk hidup di dunia ini adalah sama.

f.       Jenis Puisi
 
 
2. Analisis Puisi ‘Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia’ Karya W.S. Rendra

SAJAK BULAN MEI 1998 DI INDONESIA
Oleh :
W.S. RENDRA
Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja.
Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal jalan.
Amarah merajalela tanpa alamat.
Ketakutan muncul dari sampah kehidupan.
Pikiran kusut membentuk simpul-simpul sejarah.
O, jaman edan !
O, malam kelam pikiran insan !
Koyak-moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan.
Kitab undang-undang tergeletak di selokan
Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan.
O, tatawarna fatamorgana kekuasaan !
O, sihir berkilauan dari mahkota raja-raja !
Dari sejak jaman Ibrahim dan Musa
Allah selalu mengingatkan
bahwa hukum harus lebih tinggi
dari keinginan para politisi, raja-raja, dan tentara.
O, kebingungan yang muncul dari kabut ketakutan !
O, rasa putus asa yang terbentur sangkur !
Berhentilah mencari ratu adil !
Ratu adil itu tidak ada. Ratu adil itu tipu daya !
Apa yang harus kita tegakkan bersama
adalah Hukum Adil.
Hukum Adil adalah bintang pedoman di dalam prahara.
Bau anyir darah yang kini memenuhi udara
menjadi saksi yang akan berkata :
Apabila pemerintah sudah menjarah Daulat Rakyat,
apabila cukong-cukong sudah menjarah ekonomi bangsa,
apabila aparat keamanan sudah menjarah keamanan,
maka rakyat yang tertekan akan mencontoh penguasa,
lalu menjadi penjarah di pasar dan jalan raya.
Wahai, penguasa dunia yang fana !
Wahai, jiwa yang tertenung sihir tahta !
Apakah masih buta dan tuli di dalam hati ?
Apakah masih akan menipu diri sendiri ?
Apabila saran akal sehat kamu remehkan
berarti pintu untuk pikiran-pikiran gelap
yang akan muncul dari sudut-sudut gelap
telah kamu bukakan !
Cadar kabut duka cita menutup wajah Ibu Pertiwi
Air mata mengalir dari sajakku ini.
                                      
Sajak ini dibuat di Jakarta pada 17 Mei 1998 dan dibacakan Rendra di DPR
·         Analisis Unsur Intrinsik



a.      Diksi
Dalam puisinya ‘Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia’, W.S. Rendra terdapat beberapa kata istilah-istilah asing dan bahasa sehari-hari. Misalnya pada bait dibawah ini.
O, tatawarna fatamorgana kekuasaan !
Lalu bahasa sehari-hari yang lazim digunakan dalam percakapan keseharian masyarakat Indonesia. Misalnya :
O, jaman edan !
Kitab undang-undang tergeletak di selokan
Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan.
Selain itu, dalam puisi tersebut terdapat pula beberapa kata yang jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Koyak-moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan.
Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan.
O, rasa putus asa yang terbentur sangkur !
apabila cukong-cukong sudah menjarah ekonomi bangsa,
Wahai, jiwa yang tertenung sihir tahta !
b.      Majas
Terdapat beberapa majas yang digunakan dalam puisi karya W.S. Rendra yang berjudul ‘Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia’. Diantaranya yaitu majas metafora. Seperti dibawah ini.

Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan.
Dalam sajak tersebut kepastian hidup dipersamakan dengan terhuyung-huyung dalam comberan.
Hukum Adil adalah bintang pedoman di dalam prahara.
Di dalam sajak karya W.S. Rendra tersebut hukum adil dipersamakan dengan bintang pedoman di dalam prahara.

Selain majas metafora, juga terdapat majas personifikasi dalam ‘Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia’ tersebut.
Ketakutan muncul dari sampah kehidupan.
Pikiran kusut membentuk simpul-simpul sejarah.
O, kebingungan yang muncul dari kabut ketakutan !
O, rasa putus asa yang terbentur sangkur !

Bau anyir darah yang kini memenuhi udara
menjadi saksi yang akan berkata

c.       Citraan
Dalam puisi ‘Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia’ karya W.S. Rendra tersebut, terdapat beberapa pencitraan. Diantaranya adalah citraan gerak.
Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja.
Pikiran kusut membentuk simpul-simpul sejarah.
Berhentilah mencari ratu adil !
Apabila pemerintah sudah menjarah Daulat Rakyat,
apabila cukong-cukong sudah menjarah ekonomi bangsa,
apabila aparat keamanan sudah menjarah keamanan,
Air mata mengalir dari sajakku ini.

Selain itu terdapat pula citraan pendengaran.
Bau anyir darah yag kini memenuhi udara
menjadi saksi yang akan berkata :

Terdapat pula citraan perasaan dalam puisi tersebut. Di bawah ini beberapa contohnya.
Amarah merajalela tanpa alamat.
Ketakutan muncul dari sampah kehidupan.
Pikiran kusut membentuk simpul-simpul sejarah.
Koyak-moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan.
O, kebingungan yang muncul dari kabut ketakutan !
O, rasa putus asa yang terbentur sangkur !
Cadar kabut duka cita menutup wajah Ibu Pertiwi
Air mata mengalir dari sajakku ini.

Selain itu, dalam puisi W.S. Rendra ini, juga terdapat citraan intelektual.
O, jaman edan !
Kitab undang-undang tergeletak di selokan
O, tatawarna fatamorgana kekuasaan !
Ratu adil itu tidak ada. Ratu adil itu tipu daya !
Apa yang harus kita tegakkan bersama
adalah Hukum Adil.
Hukum Adil adalah bintang pedoman di dalam prahara.


d.      Tema
Terlihat dari judul puisi W.S. Rendra ‘Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia’ penyair mengangkat tema tentang peristiwa berdarah 13 tahun silam tersebut. Di dalam setiap bait puisi sangat terlihat jelas pemilihan kata-katanya bernada sindiran terhadap sikap pemerintah dan aparat yang berwenang dalam menghadapi peristiwa tersebut.

e.       Amanat
Sesungguhnya yang ingin disampaikan W.S. Rendra dalam sajaknya ‘Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia’ adalah sindiran dan perasaan miris terhadap kejadian pada bulan Mei 1998 yang menelan banyak korban ketika peristiwa itu terjadi. Di dalam puisinya, penyair ingin menuntut ketidakadilan yang perlu ditegakkan dalam kejadian yang menggemparkan tersebut. Terlebih terhadap aparat keamanan yang telah bertindak sewenang-wenang menghilangkan nyawa beberapa mahasiswa yang menjadi korban dalam peristiwa 13 tahun silam tersebut. Juga terhadap sikap pemerintah yang seolah angkat tangan dan bersikap tidak tegas terhadap kasus tersebut.
f.       Jenis Puisi



Tidak ada komentar:

Posting Komentar