Selasa, 26 Maret 2013

Contoh tajuk 30-4-10

Tajuk Rencana Kompas

 

Evaluasi Ujian Nasional

Hasil ujian nasional tingkat sekolah menengah atas tahun ini mengejutkan. Persentase kelulusan melorot dibandingkan dengan tahun lalu. Ada 267 sekolah yang seluruh pesertanya tidak lulus. Kita hargai keinginan mengevaluasi. Mungkin ini pertama kali terjadi setelah dari tahun ke tahun kita sibuk berdebat pro dan kontra UN. Setidaknya inilah pertama kali terpikir mengevaluasi bentuk soal begitu hasil UN diumumkan.
Dari mana evaluasi dimulai? Kita ambil pengantar Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh. Evaluasi harus menyeluruh, menyangkut praksis pengajaran, sarana belajar mengajar, dan soal ujian nasional. Faktor sarana sekolah dan praksis pendidikan di kelas sudah kita tahu plus-minusnya. Sudah tahu dari mana perbaikan perlu dimulai. Plus-minus sudah ada perbaikan.
Mengenai faktor soal UN, evaluasi hendaknya tidak hanya menyangkut bentuk pilihan berganda (multiple choice), tetapi juga materi soal yang diturunkan dari silabus. Terjawab mengapa soal UN memberi kesan mengecoh atau terasa aneh ketika nilai Bahasa Indonesia merosot tajam di berbagai tempat.
Banyak kritik tentang bentuk soal pilihan berganda. Bentuk ini hanya mampu menilai aspek kognitif, padahal praksis pendidikan selain sisi kognitif juga menyangkut sisi naratif dan afektif. Bahkan, karena bentuk pilihan berganda itu, kegiatan belajar mengajar pun difokuskan pada aspek kognitif dan mengabaikan aspek afektif.
Yang ideal, sisi pilihan berganda dipadu esai. Pilihan berganda memungkinkan celah mengisi teka-teki silang. Esai sebaliknya, memberi kemungkinan pengukuran aspek afektif dan naratif. Akan tetapi, yang ideal tidak gampang dipraktikkan. Dalam konteks plus-minus itu perlu dilakukan pengujian hasil belajar, bahkan tes masuk secara massal.
Yang dilakukan adalah membuat berbagai versi soal—memperkecil kemungkinan bocor—serta membuat berbagai pertanyaan dan pernyataan dengan tingkat perbedaan sekecil mungkin. Tanpa keluar dari pedoman kurikulum dan skala kompetensi lulus, bentuk pilihan berganda dengan koreksi mesin pun dipilih sebagai cara yang lebih praktis. Melorotnya persentase kelulusan UN tidak serta-merta disebabkan faktor soal. Tidak ada salahnya masyarakat tahu proses penyusunan soal UN. Tujuannya memberikan keyakinan, bahwa arahan dan proses pembuatan soal ditempuh dengan benar.
Kita tinggalkan faktor isu kebocoran sebagai isu UN. Butuh keterbukaan, pilihan UN ada di jalur yang benar. Dalam waktu bersamaan terus dilakukan perbaikan sarana-prasarana belajar, termasuk faktor guru sebagai kunci.
Kita evaluasi UN yang melibatkan berbagai pihak dengan hati tulus, tidak dalam konteks memolitisasi kegagalan. Kita lakukan demi perbaikan praksis pendidikan—batu sendi dan batu penjuru mutu masa depan manusia, yang hari-hari ini tidak memperoleh contoh baik dari orangtua mereka. - http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/04/30/04480235/tajuk.rencana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar